Opini

MENJADI PEMILIH CERDAS

Oleh: Andi Rannu
(Ketua Divisi Sosdiklih, Parmas dan SDM KPU Polman)

Menjadi pemilih cerdas. Pesan ini boleh jadi terdengar sederhana dan telah jamak kita dengarkan selama ini. Tetapi sesungguhnya, dibalik kesederhanaannya, kalimat singkat ini sejatinya sangat bermakna. Sekaligus menjadi strategi ampuh dan utama dalam rangka meningkatkan kualitas demokrasi di bangsa ini.

Seruan menjadi pemilih cerdas seperti yang saya kutip di atas, kali ini berasal dari perbincangan dengan Kepala Kejaksaan Negeri Polewali Mandar, Nurcholis, SH., MH, selaku  narasumber dalam Edisi Spesial Podcast "Suara KPU Polman" memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) Tahun 2025, Selasa 9 Desember 2025 lalu. 

KPU Kabupaten Polewali Mandar memang sengaja  menghadirkan Podcast "Suara KPU Polman" yang kali ini merupakan episode ke-6 pelaksanaannya pasca penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024 lalu, bertepatan dengan momentum tanggal 9 Desember 2025. Sekaligus dimaksudkan untuk menjadi bagian dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia Korupsi Sedunia (Hakordia) yang memang diperingati pada setiap tanggal 9 Desember.

Untuk itu, Podcast "Suara KPU Polman" edisi spesial memperingati Hakordia 2025 ini secara khusus mengundang Kepala Kejaksaan Negeri Polewali Mandar, Nurcholis, untuk hadir sebagai narasumber dalam episode yang kali ini secara khusus menghadirkan topik "Peran Kejaksaan Negeri dalam Pemilu dan Pemilihan".
    
Menjadi pemilih cerdas, sebagaimana yang dipesankan Kepala Kejaksaan Negeri Polewali Mandar, Nurcholis, selaku narasumber dalam podcast "Suara KPU Polman" kali ini, merupakan upaya yang harus ditempuh sekaligus strategi nyata dalam melawan ancaman politik uang yang hingga kini masih menjadi kerawanan dalam setiap pelaksanaan pemilu dan pilkada kita.

Sebab dengan menjadi menjadi pemilih cerdas, sikap dan perilaku seseorang dalam menentukan atau memberikan pilihannya tidak lagi hanya didasari pada melihat imbalan uang atau materi lainnya yang akan diterimanya dari seorang calon atau pasangan calon dalam pemilu maupun pilkada. 

Politik uang yang merupakan praktik curang ini harus diakui memang masih menjadi bagian tantangan dalam setiap pelaksanaan pemilu maupun pilkada di bangsa ini. Praktik menyuap pemilih yang dilakukan seorang calon atau pasangan calon dalam pemilu atau pilkada yang dimaksudkan untuk bisa mengumpulkan suara agar kelak terpilih.   

Pemilih cerdas, jelasnya lagi, adalah pemilih yang memilih bukan karena iming-iming uang atau materi lainnya, tetapi memang didasarkan pada visi dan misi serta program yang ditawarkan seorang calon maupun pasangan calon dalam pemilu atau pilkada.

Penguatan pemilih cerdas ini juga mesti dibarengi dengan penegakan aturan dan pemberian sanksi tegas baik terhadap pelaku maupun penerima praktik politik uang. Selain tentu saja penguatan integritas partai politik selaku peserta dalam pemilu. Dan yang juga tak kalah pentingnya adalah bagaimana peningkatan kesejahteraan masyarakat agar tidak tergoda dengan imbalan saat akan memilih dalam pemilu atau pemilihan. Dalam demokrasi, pendidikan politik untuk melahirkan pemilih cerdas memang senantiasa dibutuhkan untuk meningkatkan kualitasnya. 

Pendidikan Pemilih

Pendidikan pemilih, mengutip apa yang dituliskan Prof. Ramlan Surbakti dalam buku terbarunya "Tata Kelola Pemilu, Electoral Governance" terbitan Kompas (2024), merupakan program yang dirancang untuk menjamin pemilih siap sedia, dan mampu berpartisipasi dalam pemilu. Kesiapsediaan berpartisipasi dalam pemilu didasari oleh pengetahuan tentang literasi pemilu dan fakta selama ini bahwa proses penyelenggaraan pemilu adalah seleksi dan penentuan siapa yang akan memerintah, yang akan membuat dan melaksanakan kebijakan publik yang menguntungkan individu pemilih. Karena itu, pendidikan pemilih tidak hanya berdimensi kognitif dan psikomotorik, tetapi juga berdimensi afektif dan kepentingan publik.

Lantas hal-hal apa saja yang menjadi muatan pendidikan pemilih? Catatan kali ini sengaja saya tutup dengan jawaban atas pertanyaan tersebut. Masih dalam buku dan bagian pembahasan yang sama, Ramlan Surbakti menguraikan, program pendidikan pemilih pada dasarnya menyangkut tiga hal. Pertama, pendaftaran pemilih dan/atau pemutakhiran data pemilih. Mengapa terdaftar sebagai pemilih sangat penting? Apa kaitan daftar pemilih dengan demokrasi baik demokrasi langsung maupun demokrasi perwakilan.

Kedua, pemilu jenis apa saja, dan siapa saja yang menjadi peserta pemilu untuk setiap jenis pemilu. Persaingan terjadi antara partai apa dengan partai apa? Apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pilihan? Faktor apa aja yang harus tersedia untuk menghasilkan persaingan yang bebas dan adil antarpeserta pemilu? 

Dan ketiga, partisipasi pemilih dalam memberikan suara di TPS, dalam menyaksikan proses pemungutan dan penghitungan suara, dan melaporkan dugaan pelanggaran ketentuan pemilu. Perlu penjelasan yang mudah dipahami mengapa partisipasi dalam pemilu penting baik bagi pemilih maupun bagi perkembangan demokrasi bangsa dan negara. Jadi partisipasi pemilih dalam pemilu tidak hanya mencoblos melainkan sejumlah bentuk partisipasi lainnya sebagai bentuk partisipasi pemilih dalam pemilu. (*)    

(Tulisan ini telah dimuat di Kolom "Catatan" Harian Radar Sulbar edisi Senin, 15 Desember 2025)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 16 kali