Opini

Memaknai Pemilu di HUT Kemerdekaan


Oleh: Andi Rannu
(Komisioner KPU Polewali Mandar)

Bangsa ini baru saja merayakan usia kemerdekaannya yang ke-80 tahun. Tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2025 baru lalu. Usia yang bila merujuk pengklasifikasi umur kekinian, masuk kategori preboomer atau kelompok usia sebelum periode Baby Boomers. Telah cukup matang dan berpengalaman. Peringatan HUT RI ke-80 tahun ini yang mengusung tema "Bersatu Berdaulat. Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju" yang tak lain merupakan visi besar negara yang diperjuangkan bersama oleh para pemimpin dan seluruh rakyat Indonesia.

Di usianya yang ke-80 ini, bangsa ini sebenarnya juga baru saja melewati perhelatan besar demokrasi di negara ini. Bahkan terbesar di dunia, mengingat pelaksanaannya yang dilakukan serentak hanya dalam satu hari yang sama, yakni Pemilu 2024 yang diselenggarakan pada 14 Februari 2024 untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota serta Presiden dan wakil Presiden. Keserentakan pemilu yang sama telah dimulai pada Pemilu 2019 lalu. Keserentakannya juga diikuti dengan pelaksanaan pilkada serentak di tahun yang sama, tepatnya pada 27 November 2024 lalu.

Mengutip Titi Anggraini, pegiat pemilu sekaligus pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang juga salah seorang tim perumus debat publik Pilkada Polman 2024 lalu dalam opininya berjudul "Merdeka dari Kecurangan Pemilu" (Media Indonesia, 16/8/2023), bila menilik sejarah, demokrasi telah menjadi DNA atau identitas genetik bangsa Indonesia sejak awal berdirinya. Tak lama setelah kemerdekaan diproklamasikan, terbit Maklumat 3 November 1945 yang dianggap sebagai sebagai tonggak demokrasi Indonesia.
Memang, merujuk pada sejarah pelaksanaan pemilu sejak tahun 1945, Indonesia telah melewati berbagai macam pemilu. Dimulai dari Pemilu 1955 yang merupakan pemilu pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Dari tanggal proklamasi kemerdekaan, republik ini baru berumur 10 (sepuluh) tahun pada saat pelaksanaannya. Bahkan, terhitung sekitar tiga bulan setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pemerintah waktu itu telah menyatakan keinginannya untuk bisa segera menyelenggarakannya. Pemilu diinginkan bisa diselenggarakan pada awal tahun 1946 sebagaimana dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik. Dalam maklumat disebutkan, pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Dan jika ternyata pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun kemudian, tentu bukan tanpa sebab.

Tidak terlaksananya Pemilu pertama pada bulan Januari 1946  sebagaimana dikutip dari laman kpu.go.id, disebabkan paling tidak oleh dua hal.  Pertama, belum siapnya pemerintah baru termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu. Kedua, belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik pada waktu itu. Apalagi gangguan dari luar pada saat yang sama juga masih mengancam. Dengan kata lain, para pemimpin lebih disibukkan urusan konsolidasi.

Selepas 1955, sejarah mencatat pelaksanaan pemilu barulah kembali bergulir pada masa Orde Baru (Orba) dengan pelaksanaan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu masa Orba yang dalam dinamika pelaksanaannya kenyatannya masih belum bisa mencerminkan nilai-nilai pemilu demokratis. Karenanya, gerakan reformasi pada tahun 1998 yang berhasil menumbangkan pemerintahan Orba saat itu, oleh semua elemen di bangsa ini dirasakan menjadi momentum memasuki fase baru demi mewujudkan demokratisasi di Indonesia.
Pemilu yang selama ini telah merupakan siklus lima tahunan, oleh pemerintahan Presiden BJ Habibie yang menggantikan rezim Orba, pelaksanaannya lalu dipercepat ke tahun 1999 sebagai bagian dari proses konsolidasi demokrasi saat itu. Pemilu yang meskipun persiapannya tergolong singkat dan dilaksanakan pasca peristiwa 1998, namun bisa terlaksana dengan damai dan tanpa ada kekacauan yang berarti. Pemilu 1999 untuk banyak hal telah mendapat pujian dari berbagai pihak.

Selanjutnya dilaksanakan Pemilu 2004, 2009, 2014, 2019, hingga Pemilu 2024 baru lalu. Dari sejak pelaksanaan Pemilu 1999 hingga saat ini, berbagai perbaikan dan penataan sistem kepemiluan (refomasi electoral) kita dilaksanakan yang tujuannya tidak terlepas dari bagaimana menjadikan pemilu sebagai sarana mewujudkan kedaulatan rakyat bisa benar-benar tercapai.

Momentum peringatan HUT Kemerdekaan ke-80 tahun ini karenanya menjadi penting dalam memaknai setiap pelaksanaan Pemilu, termasuk yang baru saja kita lewati di tahun 2024 lalu dan yang akan kita laksanakan kembali di tahun 2029 mendatang. Pemilu yang telah kita percayai selain sebagai sarana mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemilihan kepemimpinan nasional setiap lima tahun, juga merupakan sarana dalam menjaga integrasi bangsa. Sejalan dengan tema peringatan HUT RI tahun ini, "Bersatu Berdaulat. Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju". Selamat HUT RI ke-80! (*)

(Opini ini telah terbit di Harian Radar Sulbar edisi 21 Agustus 2025)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 70 kali